Senin, 18 Juli 2011

LAPORAN KROMATOGRAFI KERTAS

BAB I
TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN


1.1 Judul Percobaan
Kromatografi

1.2 Tujuan Percobaan
 Untuk memisahkan campuran menjadi berbagai komponen (warna).
 Untuk menentukan nilai Rf dari masing-masing komponen (warna).

1.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan pemisahan komponen-komponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam (kertas) di bawah gerakan fasa gerak (campuran pelarut organik).

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).

2.2 Jenis-jenis Kromatografi
Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu gas chromatography dan liquid chromatography. Masing-masing golongan dapat dibagi lagi seperti yang telah disebutkan pada definisi di atas.

Skema Pembagian Kromatografi


Pembagian ini selanjutnya dapat dibagi lagi seperti terlihat pada skema berikut:
1) Kromatografi Gas :
a. GLC (Gas Liquid Chromatography)
b. GSC (Gas Solid Chromatography)
2) Kromatogarafi Cair :
a. HPLC (High Performance Liguid Chromatography)
b. LLC (Liquid Liquid Chromatography) - PC (Paper Chromatography)
c. LSC (Liquid Solid Chromatography) - TLC (Thin Layer Chromatography), Kolom
d. Ion Excange
e. Ekslusi : - GP (Gel Permeation)
- GF (Gel Filtration)

A. Liquid Liquid Chromatography (LLC)
LLC adalah kromatografi pembagian dimana partisi terjadi antara fase gerak dan fase diam yang kedua-duanya zat cair. Dalam hal ini fase diam tidak boleh larut dalam fase gerak. Umumnya sebagai fase diam digunakan air dan sebagai fase gerak adalah pelarut organik. Misalnya pada kromatografi kertas, sebagai fase diam adalah air yang terserap pada serat selulosa dari kertas.

B. Paper Chromatography (PC)
Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, dimana pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya bidang datar) yaitu benuk kertas. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam. Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Berbagai jenis pemisahan yang sederhana dengan Kromatografi kertas telah dilakukan dimana proses dikenal sebagai "analisa Kapiler". Metoda-metoda ini sangat sesuai dengan kromatografi serapan, dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan dari sistem partisi.
Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu bubuk selulosa. Pada kromatografi Kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat-alat yang teliti atau mahal. Hasil-hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan dan materi-materi yang sangat sederhana. Senyawa-senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika dikehendaki, komponen-komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong-motongnya, kemudian dilarutkan secara terpisah.

C. Liquid Solid Chromatography (LSC)
LSC adalah kromatografi penyerapan. Sebagai adsorben digunakan silika gel, alumina, penyaring molekul atau gelas berpori dipak dalam sebuah kolom dimana komponen-komponen campuran dipisahkan dengan adanya fase gerak. Kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (TLC) merupakan teknik pemisahan yang masuk golongan ini.

D. Ion-Exchange Chromatography
Teknik ini menggunakan zeolitas, resin organik atau anorganik sebagai penukar ion. Senyawaan yang mempunyai ion-ion dengan afinitas yang berbeda terhadap resin yang digunakan dapat dipisahkan. Analisa asam-asam amino adalah yang umum dilakukan dengan cara ini. Contoh lain adalah asam-asam nukleat dan analisis garam-garam anorganik.

E. Exclusion Chromatography
Dalam teknik ini, gel nonionik berpori banyak dengan ukuran yang sama digunakan untuk memisahkan campuran berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya (BM). Molekul-molekul yang kecil akan memasuki pori-pori dari gel sedangkan molekul besar akan melewati sela-sela gel lebih cepat bila dibandingkan dengan molekul yang melewati pori-porinya. Jadi urutan elusi mula-mula adalah molekul yang lebih besar, molekul sedang, dan terakhir molekul yang paling kecil. Bila sebagai penyaring digunakan gel yang hidrofil (Sephadex) maka teknik ini disebut gel filtration chromatography dan bila digunakan gel yang hidrofob (polystyrene-divinylbenzene) disebut gel permeation chromatography.
Teknik kromatografi yang umum digunakan di bidang farmasi yaitu kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas, dan high performance liquid chromatography (kromatografi cair kinerja tinggi / KCKT).

Koefisien Distribusi
Distribusi dari molekul-molekul sampel diantara dua fase ditentukan oleh tetapan kesetimbangan yang dikenal dengan koefisien distribusi, K (koefisien partisi).

K = Koefisien partisi
Cs = Konsentrasi sampel dalam fase diam (stationary phase)
Cm = Konsentrasi sampel dalam fase gerak (mobile phase)
Bila harga K, besar berati populasi molekul dalam fase diam lebih besar dari pada fase gerak dan berarti rata-rata lebih lama tertahan dalam fase diam.


Faktor Kapasitas


K’ Adalah nilai yang menunjukkan seberapa kuay komponen-komponen dalam sampel yang dibawa oleh fase gerak berinteraksi dengan kolom (fase diam).

Laju Pemisahan
Apabila bagian waktu yang dibutuhkan oleh molekul sampel pada fase gerak dikalikan dengan kecepatan linier (u) dari fase gerak maka diperoleh laju pemisahan (rate of travel) dari molekul rata-rata.

Jadi, laju pemisahan ditentukan oleh :
1. Kecepatan fase gerak (sama untuk tiap komponen campuran).
2. Perbandingan dari volume fase diam dengan fase gerak (sama untuk tiap komponen campuran).
3. Koefisien distribusi (spesifik untuk tiap komponen campuran).
Retention Time
Waktu yang diperlukan oleh sebuah komponen sampel untuk melintasi kolom sepanjang L disebut ‘retention time’ (t). Dari definisi ini, laju pemisahan diperoleh:

Persamaan ini merupakan persamaan dasar untuk semua jenis kromatografi. Dalam praktek sering diterapkan pada kromatografi gas dan definisinya dapat diubah menjadi retention time, yaitu waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari saat injeksi sampai timbulnya peak maksimum.

Retention Volume
Bila kecepatan dari fase gerak konstan, maka volume dari fase gerak yang diperlukan untuk memisahkan suatu komponen campuran dari kolom dapat dihitung dengan rumus berikut : Volume = waktu × kecepatan aliran
VR = tRF
Bila persamaan retention time disubstitusikan ke dalam persamaan ini maka diperoleh:
VR = Vm (1 + K’) = Vm + KVs
Vm = Volume dari fase gerak dalam kolom
Vs = Volume dari fase diam
Bila fase diam berupa zat padat maka Vs dapat dirubah menjadi luas permukaan / area adsorption) atau dengan kapasitas penukar ion.

Relative Retention (selektifitas, α)
Relative Retention adalah nilai yang menunjukkan seberapa baik sistem kromatografi dapat memisahkan dua komponen. Retention time dan retention volume kurang tepat jika dipakai untuk identifikasi dengan membandingkan data-data lainnya karena hargaharga ini sangat tergantung dari cara pembuatan kolom dan kondisi percobaan. Untuk menghilangkan efek dari operasional variabel, maka lebih baik digunakan harga relative retention yaitu perbandingan antara retention time sampel dengan retention time standar yang diperoleh dari kolom yang sama dengan kondisi percobaan yang sama.

Plate Theory (N)
Martin dan Synge melihat adanya persamaan proses yang terjadi pada kolom kromatorafi dengan kolom destilasi bertingkat kemudian menerapkan konsep “theoretical rate” pada pemisahan dengan destilasi ke dalam kromatografi.
Harga N ditentukan oleh kontruski kolom, sifat sampel. Flow rate, temperature, cara memasukkan sampel dll. Ada 2 cara memperbesar harga N yaitu dengan memperpanjang kolom dan dengan memperpanjang jumlah keseimbangan (equilibrium) alam jangka waktu yang sama.

Rate Theory
Dalam praktek harga H selalu lebih besar dari harga idealnya (nol) yang berarti terjadi pelebaran peak. Pelebaran ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu:
1) Efek Perbedaan Jarak (Eddy Diffusion)
Perbedaan jarak yang dilalui oleh molekul yang satu dengan yang lain disebabkan perbedaan bentuk, ukuran partikel-partikel pengisi kolom, cara pengisian kolom, dan diameter dari kolom. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan waktu keluarnya molekul-molekul dari kolom. Untuk memperkecil efek ini, digunakan partikel-partikel kecil yang serba sama tetapi tidak menyebabkan penurunan tekanan dalam kolom terlalu tinggi, diameter kolom yang kecil, pengepakan yang mampat dan serba sama tanpa memecahkan partikel-partikel pengisi kolom tersebut.
2) Difusi Molekul Sepanjang Kolom
Molekul-molekul cenderung untuk berdifusi dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasiya rendah. Akibatnya, waktu melintasi kolom, molekul-molekul akan menyebar (berdifusi) ke belakang dan ke depan.
3) Efek Ketidaksinambungan
Aliran yang terus-menerus dari fase gerak menyebabkan penyimpangan dari keseimbangan dimana Cs/Cm selalu lebih kecil dari K pada tepi zona yang didepan dan selalu lebih besar pada tepi zona yang di belakang seperti terlihat pada gambar di atas (c). Pada partition chromatography, efek ini makin nyata bila kekentalan fase diam makin tinggi.

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan yang dibutuhkan
1) Kertas Saring
2) Beaker glasss 300 mL
3) Kaca Arloji
4) Pipa kapiler
5) Amil alkohol
6) Etanol 95%
7) Amoniak 2M
8) Aquadest

3.2 Cara Kerja
1) Tuangkan ke dalam beaker glass 300 mL campuran dari 10 mL amil alcohol, 10 mL etanol 95% dan 10 mL amoniak 2M, kemudian tutup rapat dengan kaca arloji. Biarkan hingga 5 menit, agar atmosfer dalam beaker glass menjadi jenuh oleh uap pelarut untuk meningkatkan daya pelarut.
2) Potong kertas saring hingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 3 cm × 10 cm, kemudian buatlah garis dengan pensil dari ujung atas dan ujung bawah masing-masing 2 cm.
3) Totolkan sampel pada bagian tengah garis ujung bawah yang telah dibuat dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan noda mongering, kemudian totolkan sampel sekali lagi.
4) Masukan kertas saring tersebut ke dalam beaker glass dan pastikan miniskus pelarut berada di bawah garis noda. Beaker glass ditutup dan biarkan pelarut bergerak ke atas sepanjang kertas saring dan jangan biarkan pelarut mencapai ujung kertas.
5) Jika pelarut hendak mendekati ujung atas kertas saring, maka segera keluarkan kertas dari beaker glass dan beri tanda posisi pelarut dengan pensil kemudian biarkan kertas saring mongering. Kemudian hitung Rf dari setiap komponen.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN


4.1 Data Percobaan :

NODA JARAK WAKTU
Merah muda

Kuning

Pelarut 4,80 cm
5,75 cm
7,00 cm 22 : 34 : 99

4.2 Perhitungan :



1) Merah muda

Rf =



=


= 0,69 cm

2) Kuning

Rf =



=



= 0,82 cm


4.3 Pembahasan :
Pada praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai Krmatografi Kertas. Kromatografi ini termasuk salah satu analisis pemisahan, yang tujuannya untuk memisahkan berbagai komponen yang ada dalam suatu sampel. Dengan prinsipnya, memisahkan komponen-komponen atas perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam yang berupa kertas di bawah gerakan fasa gerak yaitu campuran pelarut organic (amyl alcohol, etanol 95% dan amoniak 2M).
Pada kromatografi kertas sampel yang dipergunakan yaitu kunyit (Curcuma domestica) yang berwana dominan kuning dengan bintik merah. Proses preparasi sampel pada kromatografi kertas, yaitu serbuk sampel ditambahkan pelarut alcohol.
Pada kromatografi kertas, fasa diam yang dipergunakan adalah kertas yang sangat beragam dan saat praktikum dipergunakan kertas saring yang dipotong persegi panjang (10 cm × 3 cm), dengan fasa gerak campuran pelarut organic :10 mL amyl alcohol, 10 mL etanol 95% dan 10 mL amoniak 2M. Tidak seperti pada KLT, pada kromatografi kertas prosesnya cukup cepat, selain proses penetesan sampel tidak terlalu rumit, kromatografi kertas juga tidak perlu menunggu fasa diam kering untuk meneteskan sampel.
Sebelum noda sampel diteteskan, terlebih dahulu kertas saring diberi garis dengan menggunakan pensil untuk membuat jarak antara noda dengan pelarut dibawahnya, dan yang kedua adalah membuat tanda untuk meneteskan sampel yang berjarak ± 2 cm. Pada saat praktikum penetesan sampel dilakukan menggunakan pipa kapiler, saat penetesan noda sampel, fasa diam berada dalam posisi mendatar dan noda dibiarkan mengering (± 2-3 menit) terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam bejana yang berisi fasa gerak. Penetesan noda yang terlalu banyak harus dihindari, karena kelebihan setiap komponen akan menyebabkan tidak akan tercapainya kesetimbangan partisi selama ia bergerak, hingga ia akan mengakibatkan terjadinya kedudukan atau lokasi yang kabur.
Setelah noda sampel mengering, kertas dimasukan ke dalam bejana sudah jenuh dengan fasa gerak, kertas saring berisi noda yang sudah kering tersebut diposisikan tegak berdiri dan bagian bawahnya terbenam dalam fasa gerak. Metoda yang dipakai dalam kromatografi kertas ini adalah metoda penaikan, yaitu kertas dicelupkan hingga ujung di mana aliran mulai bergerak terletak sedikit di atas permukaan dari pelarut dan pelarut naik melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler. Kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan.




Interaksi ini dengan air merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas. Noda-noda yang naik dari sampel daun menir ini terdiri dari 2 warna, yaitu merah muda dan kuning. Jarak yang ditempuh dari masing-masing warna adalah merah muda : 4,80 cm dan kuning : 5,75 cm. Sedangkan jarak yang ditempuh pelarut adalah 7,00 cm. Dari data tersebut maka harga Rf untuk masing-masing warna adalah, warna merah muda 0,69 cm dan warna kuning 0,82 cm. Harga Rf dari kromatografi kertas ini cukup tinggi, salah satu penyebabnya adalah dalam penggunaan fasa gerak, molekul-molekul polar akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk pelarut yang non polar. Molekul-molekul polar dalam campuran sampel memiliki sedikit atraksi antara molekul-molekul air dan molekul-molekul yang melekat pada selulosa, karena akan menghabiskan banyak waktunya untuk larut dalam pelarut yang bergerak. Molekul-molekul seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkut oleh pelarut. Hal inilah yang menyebabkan nilai Rf menjadi tinggi.











BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, serta apa yang penyusun tulis atau sampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :
 Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, dimana pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya bidang datar) yaitu bentuk kertas.
 Kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.
 Keuntungan-keuntungan dari Kromatografi diantaranya :
a. Kromatografi merupakan metoda pemisahan yang cepat, mudah dan menggunakan peralatan yang murah serta sederhana, kecuali untuk kromatografi gas, hingga campuran yang kompleks dapat dipisahkan dengan mudah.
b. Kromatografi hanya membutuhkan campuran cuplikan.yang sangat sedikit sekali, bahkan tidak menggunakan jumlah yang besar, disamping itu kromatografi pekerjaannya dapat diulang.











5.2 Saran
Adapun saran yang bisa penulis sampaikan, diantaranya :
 Keberadaan laboratorium di Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Al-Ghifari sangat penting, untuk itu perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai baik kualitas maupun kuantitas analisa.
 Mengganti peralatan di laboratorium yang sudah tidak layak pakai, sesuai dengan kebutuhan.
 Meningkatkan kesadaran para karyawan dan mahasiswa pada saat melakukan kegiatan praktikum, dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja dengan menggunakan alat pelindung seperti : jas laboratorium, masker, sarung tangan dsb.
 Meningkatkan kedisiplinan para karyawan, mahasiswa dan siswa pada saat di laboratorium.
 Lebih meningkatkan pelayanan karyawan terhadap para praktikan terutama bagian laboratorium dan analisis pada saat praktikum berlangsung.
 Melengkapi alat-alat praktikum dan bahan penunjang praktikum lainnya.
















DAFTAR PUSTAKA


Rahmania, Inti. 2007. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bandung: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Al-Ghifari

Rusmana, dkk. 2008. Laporan Praktek Kerja Industri Di Laboratorium Teknik Kimia – Analisis Mikrobiologi Dan Analisis Kimia Instrument. Bandung: Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri – ITB Institut Teknologi Bandung

Dede. 2008. Modul Analisis Pemisahak (Kromatografi). Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Rusmana. 2009. Jurnal Analisa Pemisahan (Kromatografi Kertas dan Thin Layer Chromatography). Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Clark, Jim. 2007. Kromatografi Kertas. (online): http://www.chem-istry.org/ materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/kromatografi_kertas/

_______. 2010. Identifikasi Nilai Rf Pada Analisa. (online): http://btagallery. blogspot.com/2010/02/identifikasi-nilai-rf-pada-analisa.html











LAMPIRAN

Gambar Hasil Percobaan:




Gambar. Paper Chromatography

LAPORAN PENETAPAN KOMPLEKSOMETRI

BAB I
TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN


1.1 Judul Percobaan
Kompleksometri

1.2 Tujuan Percobaan
Untuk menentukan kadar ion logam (Ca dan Mg).

1.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan pembentukan senyawa kompleks yang larut antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri atau kelatometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan : M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.

Gambar. Struktur EDTA
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue.
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+dengan indikator murexide.
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembentukan kompleks dipergunakan oleh kimiawan dalam prosedur titrimetrik maupun gravimetrik. Molekul yang bertindak sebagai ligan biasanya memiliki atom elektronegatif, misalnya nitrogen, oksigen, atau salah satu dari halogen. Ligan yang hanya mempunyai sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya NH3, dikatakan unidentat.Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin (NH2CH2CH2NH2) dengan kedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron tak terpakai bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua molekul etilendiamin seperti berikut :
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih gugus fungsional dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah menunjukan pertumbuhan menarik.
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hasil berupa kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus memenuhi persyaratan umum titrasi, maka kompleks yang terjadi harus stabil. Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan Na2EDTA sebagai titran pembentuk kompleks.

Logam Ligan Kompleks Bilangan
Ko. logam Geometri Reaktivitas
Ag+ NH3 Ag(NH3)2+ 2 Liniar Labil
Hg2+ Cl- HgC12 2 Liniar Labil
Cu2+ NH3 Cu(NH3)42+ 4 Tetrahedral Labil
Ni2+ CN- Ni(CN)42- 4 Persegi planar Labil
Co2+ H2O CO(H2O)62+ 6 Oktahedral Labil
Co3+ NH3 Co(NH3)63+ 6 Oktahedral Inert
Cr3+ CN- Cr(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Fe 3+ CN- Fe(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Tabel. Kompleksometri

Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri (II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilen-diamintetraasetat, kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Kilon praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur logam dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidental mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejati di mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai kesetimbangan.
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh lebih mudah larut daripada bentuk asamnya.
Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada molekul EDTA. Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi.

Titrasi Khelometrik
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat menjadi H4Y. Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY-; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH)Y3- dapat terjadi.
Efek Kompleks
Zat-zat lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat membentuk kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi yang diinginkan.Sebenarnya pembentukan kompleks demikian kadang-kadang dengan pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek dari pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah terhidrolisa, mungkin perlu untuk menambahkan ligan pengompleks agar mencegah pengendapan hidroksida logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua kompleks diketahui, maka efek pembentukankompleks terhadap reaksi titrasi EDTA dapat dihitung.
Efek Hidrolisa
Hidrilisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke keseimbangan yang benar dari jenis M2+ + H2O  M(OH)+ H+.
Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila pertimbangan pertimbangan keseimbangan menguntungkan pembentukan khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini sering tidak dapat dihitungdengan teliti.



2.2 Kestabilan Kompleks
Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengkompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil engan anggota pertamagrup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I-daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F, Cl, C dan P. Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B.
b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, dan (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang.

2.3 Cara-cara Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa. Jenis-jenis titrasinya adalah :
a) Titrasi Langsung
Titrasi ini dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan indikator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan amoniak.
b) Titrasi Kembali
Titrasi ini digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTAlambat atau apabila indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSO4.
c) Titrasi Substitusi
Titrasi ini berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative lemah itu.
d) Titrasi Secara Tidak Langsung
Titrasi ini beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar larut lalu menitrasi kelebihan Mg.
e) Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.

2.4 Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai "pM-slustive indicator" atau metalochrome-indikator.

Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Eriochrome Black - T
2) Murexide
3) Xylanol Orange (XO)
4) Calmagnite
5) Arsenazo I
6) NAS
7) Pyrocatechol Violet
8) Calcon



BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Yang Dibutuhkan
1) Buret
2) Klem & Statif
3) Labu ukur 100 mL
4) Labu Erlenmeyer
5) Gelas ukur / Beaker glass
6) Pipet seukuran / Pipette volume
7) Pipet tetes
8) Kaca arloji
9) Corong kaca
10) Batang pengaduk
11) Spatula
12) Neraca

3.1.2 Bahan Dang Dibutuhkan

1) Na2EDTA 0,1 M
2) ZnSO4 0,1 M
3) Buffer pH 10
4) Indikator EBT
5) Sampel (CaCO3 0,1 M)
6) Sampel (MgSO4 . 7H2O 0,1 M)
7) H2O






3.2 Cara Kerja
3.2.1 Standarisasi Larutan Na2EDTA
1) Pipet 10 mL larutan ZnSO4 ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan sampai dengan tanda batas.
2) Pipet 25 mL ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 3 mL buffer salmiak pH 10 dan 5 tetes EBT.
3) Titrasi dengan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
4) Hitung konsentrasi larutan EDTA tersebut.

3.2.2 Penentuan Kadar Ca2+ Dalam CaCO3 0,1 M
1) Pipet 10 mL larutan CaCO3 0,1 M ke dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
2) Tambahkan 3 mL buffer salmiak pH 10 dan 5 tetes EBT.
3) Titrasi dengan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
4) Hitung kadar Ca tersebut.

3.2.3 Penentuan Kadar Mg2+ Dalam MgSO4 . 7H2O 0,1 M
1) Pipet 10 mL larutan MgSO4 . 7H2O 0,1 M ke dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
2) Tambahkan 3 mL buffer salmiak pH 10 dan 5 tetes EBT.
3) Titrasi dengan Na2EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
4) Hitung kadar Mg tersebut.


3.3 Reaksi Yang Terjadi

Mg2+ + H2Y2- ↔ MgY2- + 2H+

Ca2+ + H2Y2- ↔ CaY2- + 2H+


BAB IV
HASIL PERCOBAAN


4.1 Data Percobaan

4.1.1 Data Penimbangan
Nama Zat B e r a t
Na2EDTA 3,721 gram
ZnSO4 1,623 gram
MgSO4 . 7H2O 2,463 gram
CaCO3 0,999 gram


4.1.2 Penentuan Kadar Ca2+ dan Mg2+
a) Ca2+ :
Titrasi I II III
Volume akhir 20,20 mL 32,70 mL 34,40 mL
Volume awal 18,20 mL 30,35 mL 32,70 mL
Pemakaian 2,00 mL 1,35 mL 1,70 mL
Rata-rata 1,68 mL

b) Mg2+ :
Titrasi I II III
Volume akhir 18.22 mL 28,26 mL 42,26 mL
Volume awal 6,00 mL 18,22 mL 28,26 mL
Pemakaian 14,22 mL 14,04 mL 14,00 mL
Rata-rata 14,09 mL




4.2 Perhitungan :
4.2.1 Standarisasi Larutan Na2EDTA

[Na2EDTA] = 0,1 N *


* : Kenormalan larutan Na2EDTA menggunakan perhitungan saat pembuatannya, karena zat untuk
menstandarisasinya tidak bagus.

4.2.2 Penentuan Kadar Ca2+ Dalam CaCO3 0,1 M

% Ca2+ =


=


=


= 6,72 %

4.2.3 Penentuan Kadar Mg2+ Dalam MgSO4 . 7H2O 0,1 M

% Mg2+ =


=


=


= 13,90 %




4.3 Pembahasan :
Pada praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai Titrasi Kompleksometri atau Titrasi Pembentukan Senyawa Kompleks. Kompleksometri ini termasuk salah satu analisis kimia kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar atau pun konsentrasi dalam suatu sampel. Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditunjukan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru.
Pada saat sampel zink sulfat yang dititrasi dengan larutan EDTA yang tidak berwarna dengan bantuan indikator EBT, akan terbentuk warna biru yang langsung hilang (mencapai kondisi titik ekivalen). Namun jika telah mencapai titik akhir titrasi maka warna yang terbentuk akan tetap berwarna biru. Hal tersebut terjadi karena mek EDTA = mek Analat.
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus karboksilnyabebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya.
Untuk mernudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks logam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY- tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH)Y3- dapat terjadi.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH lebih besar kira-kira 12, kebanyakan EDTA ada dalam bentuk tetraanion Y'-. Pada harga-harga pH yang lebih rendah, zat yang berproton HY3-, dan seterusnya, ada dalam jumlah berlebihan. Jelaslah bahwa kecenderungan yang sebenarnya untuk membentuk khelonat logam pada sembarang pH tidak dapat diperbedakan langsung.
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakansenyawa organik berwarna, yang membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna lain dari warana indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus dihindari dan titik akhir yang tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan ion logamnya kepada titran EDTA pada suatu harga pM sangat dekat dengan titik ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga mempunyai sifat asam-basa dan tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator terhadap PM.
Dalam air sumur selalu terlarut sejumlah garam kalsium dan atau magnesium baik dalam bentuk garam klorida maupun garam sulfat. Adanya garam-garam ini menyebabkan air menjadi sadah yaitu tidak dapat menghasilkan busa jika dicampur dengan sabun. Ukuran kesadahan air dinyatakan dalam ppm (satu per sejuta bagian). Bila ion kalsium dititrasi dengan EDTA, terbentuk suatu kompleks kalsium yang relatif stabil.
Ca2+ + H2Y2-  CaY2- + 2H+
Pada percobaan ini seharusnya larutan sampel jika dititrasi akan mengalami perubahan warna dari merah anggur menuju biru. Hal itulah yang menjadi bukti bahwa terdapat kesadahan di dalam sampel air yang digunkana. Namun ternyata pda percobaan ini, air sampel yang digunakan langsung berubah menjadi biru setelah ditambahkan indikator EBT-NaCl. Titrasi in sendiri seharusnya dilakukan pada pH 10 dan konstan sepanjang titrasi. Sedangkan EBT-NaCl itu sendiri dapat menjadi indikator logam dapat juga mnejadi indiktor pH. Oleh karena itu, pH larutan perlu dijaga dengan menambahkan larutan buffer pada larutan yang akan dititrasi. Seperti kita ketahui air yang sadah berarti mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga menimbulkan perubahan warna dari merah menjadi biru. Reaksi pada ion Mg2+yang akan terjadi sandainya dialakukan penitrasian adalah :
MgD- (merah) + H2Y2-  MgY2- + HD2- (biru) + H+
Adanya perubahan warna dari merah anggur menjadi biru pada tanpa penitrasian pada percobaan ini mungkin disebabkan oleh adanya pengompleks yang lebih kuat di alam (dalam sampel air sumur), atau mungkin juga memang di dalam sampel tersebut tidak memiliki atau mengandung ion Ca2+ dan Mg2+.







BAB V
KESIMPULAN


Berdasarkan hasil praktikum, serta apa yang penyusun tulis atau sampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

 Titrasi kompleksometri disebut juga kelatometri yakni titrasi yang berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).

 Konsentrasi (Normalitas) yang didapat untuk Larutan Na2EDTA adalah 0,1 M.

 Volume yang didapat saat Penentuan Kadar Ca2+ Dalam CaCO3 0,1 M yaitu:
1) 2,00 mL
2) 1,35 mL
3) 1,70 mL
Sehingga kadar yang didapat adalah 6,72 %.

 Volume yang didapat saat Penentuan Kadar Mg2+ Dalam MgSO4 . 7H2O 0,1 M yaitu:
1) 14,22 mL
2) 14,04 mL
3) 14,00 mL
Sehingga kadar yang didapat adalah 13,90 %.








DAFTAR PUSTAKA


Rahmania, Inti. 2007. Modul Praktikum Kimia Analitik - Kompleksometri. Bandung: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Al-Ghifari

Fatasya, Syifa, dkk. 2007. Laporan Prakerin Analisis Air Minum Secara Fisika dan Kimia di Laboraorium Air-Pusat Lingkungan Geologi (Kesadahan). Bandung: Pusat Lingkungan Geologi – Badan Geologi – Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia

Pergiwati, Iwa. 2008. Modul Kompetensi Titrimetri - Kompleksometri. Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Rusmana. 2008. Jurnal Kimia Analisa (Penentuan Kadar Ca Dan Mg Secara Kompleksometri. Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Hendrayana, Taufik. 2009. Laporan Kompleksometri. (online) http://www.x3-prima.com/ 2009/09/laporan-argentometri.html (25 Juni 2011)

Basset, J. dkk. 1994. Vogel-Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.











LAMPIRAN

GAMBAR :


Gambar. Alat yang dibutuhkan Gambar. LSS Na2EDTA




Gambar. Sampel + Buffer + EBT Gambar. TA  Biru

Senin, 13 Juni 2011

LAPORAN PENETAPAN % FE DALAM FESO4 . 7H2O

BAB I
TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN


1.1 Judul Percobaan
Redoksimetri (Permanganometri)

1.2 Tujuan Percobaan
Untuk menentukan kadar Besi (Fe) dalam sampel Besi (II) sulfat heptahidrat.

1.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks) dengan metode permanganometri.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Permanganometri
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Pembakuan KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam sejumlah air, dan mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian endapan MnO2 disaring. Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan zat baku utama, yaitu natrium oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh dibakukan dengan cara mentitrasinya dengan natrium oksalat yang dibuat dengan pengenceran kristalnya pada suasana asam. Pada pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.
Pada permanganometri titrant yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Kalium permanganat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang biasa mungkin mengandung zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium permanganat dengan membentuk mangan dioksida. Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasan asam,karena akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya.
Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida dan tiosulfat. Larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu atau dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca masher.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn (II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan :
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O  5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2.
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada
ion klorida yang masuk.
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan ke dalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi. Kalium permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral atau basa lemah. Dalam larutan yang bersifat basa kuat, ion permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang berwarna hijau. Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangakan potensial elektroda sangat tergantung pada pH.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti :
1) Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2) Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyak-nya dengan menitrasinya dengan KMnO4.

2.2 Reaksi-reaksi Kimia Dalam Permanganometri
Kalium permanganat yang digunakan pada permanganometri adalah oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang beraneka ragam ini disebabkan oleh keragaman valensi mangan. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut:
1) Dalam larutan asam, [H+] 0,1 N atau lebih
MnO4- + 8H+ + 5e-  Mn2+ + 4H2O
2) Dalam larutan netral, pH 4 – 10
MnO4- + 4H+ + 3e-  MnO2 ↓ + 2H2O
3) Dalam larutan basa, [OH-] 0,1 N atau lebih
MnO4- + 2H2O + 3e-  MnO2 ↓ + 4OH-

2.3 Indikator
Dalam titrimetri sebagai penunjuk titik akhir titrasi biasanya menggunakan larutan indikator, tetapi ada beberapa titrasi yang mungkin tidak menggunakan indikator yaitu : titrasi Permanganometri, Serimetri, Iodometri, Iodimetri dan Bromatometri. Hal ini karena pada titik akhir titrasi timbul warna yang disebabkan karena senyawa itu atau perubahan senyawa itu. Tetapi walaupun begitu pada Iodometri, Serimetri, Iodimetri dan Bromatometri umumnya lebih disukai menggunakan indikator. Dalam Prakteknya hanya Metode titrasi Permanganometri saja tanpa menggunakan Indikator luar (autoindikator).
Pada titrasi permanganometri biasanya tidak memerlukan indikator karena larutan baku KMnO4 sendiri yang berwarna ungu sudah berfungsi sebagai indikator (biasanya disebut autoindikator). Pada awal titrasi larutan KMnO4 yang berwarna ungu akan hilang warnanya setelah direaksikan dengan analat. Menjelang titik akhir titrasi, dengan kelebihan satu tetes KMnO4 menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai penunjuk berakhirnya titrasi yaitu warna merah muda pucat yang mantap. Hanya 0,01 – 0,02 ml KMnO4 sudah cukup untuk memberikan warna yang tampak dalam 100 mL air (2– 4 × 10-6 M ).
Warna pada titik akhir tirasi ini tidak tetap bertahan, setelah beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO4- tadi dengan ion Mn2+.

2.4 Sumber-sumber Kesalahan Titrasi Permanganometri
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
1) Larutan Pentiter KMnO4 Pada Buret
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2) Penambahan KMnO4 Yang Terlalu Cepat
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+.
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O  5MnO2 + 4H+
3) Penambahan KMnO4 Yang Terlalu Lambat
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2  H2O2 + 2CO2↑
2H2O2  2H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilakukan.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang dibutuhkan :
1) Buret
2) Klem & Statif
3) Labu ukur 100 mL
4) Labu Erlenmeyer
5) Gelas ukur / Beaker glass
6) Pipet seukuran / Pipette volume
7) Pipet tetes
8) Kaca arloji
9) Corong kaca
10) Batang pengaduk
11) Spatula
12) Termometer
13) Kaki tiga & kassa asbes
14) Bunsen / Pembakar spirtus

3.1.2 Bahan yang dibutuhkan :

1) H2C2O4 . 2H2O (aq) 0,1 N
2) KMnO4 (S)
3) H2SO4 2N
4) FeSO4 . 7H2O
5) Indikator kanji
6) Aquadest





3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Sekunder KMnO4 0,1 N 100 mL
1) Timbang 3,3 gram KMnO4 di atas kaca arloji
2) Masukkan ke dalam beaker glass, larutkan dengan aquadest 100 mL, kemudian aduk hingga larut.
3) Didihkan selama 15 menit.
3.2.2 Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan H2C2O4 . 2H2O
1) Masukkan larutan KMnO4 ke dalam buret dan atur kondisi buret untuk siap dioperasikan.
2) Pipet 10 mL larutan asam oksalat ke dalam Erlenmeyer, kemudian tambahkan 10 mL H2SO4 2N.
3) Titrasi dengan KMnO4 sebanyak 3 tetes, kemudian hangatkan titrat hingga suhu 70-800C.
4) Titrasi kembali hingga mencapai titik akhir titrasi yang berwarna merah jambu.
5) Hitung konsentrasi KMnO4 yang sebenarnya.
3.2.3 Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel FeSO4 . 7H2O
1) Timbang 2,78 gram FeSO4 . 7H2O di atas kaca arloji. Larutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 mL.
2) Pipet 10 mL sampel (FeSO4 . 7H2O) ke dalam Erlenmeyer, kemudian tambah-kan 10 mL H2SO4 2N, serta 1 mL indikator kanji.
3) Titrasi dengan KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah jambu.
4) Hitung kadar Besi dalam sampel FeSO4 . 7H2O tersebut.











3.2 Reaksi yang terjadi
3.2.1 Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan H2C2O4 . 2H2O
5e- + 8H+ + MnO4-  Mn2+ + 4H2O | × 2
H2C2O4  2CO2 + 2H+ + 2e- | × 5
10e- + 16H+ + 2MnO4-  2Mn2+ + 8H2O
5H2C2O4  10CO2 + 10H+ + 10e- +
6H+ + 2MnO4- + 5H2C2O4  2Mn2+ + 8H2O + 10CO2


3.2.2 Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel FeSO4 . 7H2O
5e- + 8H+ + MnO4-  Mn2+ + 4H2O | × 1
Fe2+  Fe3+ + e- | × 5
5e- + 8H+ + MnO4-  Mn2+ + 8H2O
5Fe2+  5Fe3+ + 5e- +
8H+ + MnO4- + 5Fe2+  Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+










BAB IV
HASIL PERCOBAAN


4.1 Data Percobaan :

1) Data Penimbangan
Nama Zat Berat
H2C2O4 . 2H2O 0,63 gram
KMnO4 3,30 gram
FeSO4 . 7H2O 2,80 gram


2) Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan H2C2O4 . 2H2O
Titrasi I II
Volume akhir 1,09 mL 1,99 mL
Volume awal 0,00 mL 1,09 mL
Volume yang terpakai 1,09 mL 0,90 mL
Rata-rata 1,00 mL


3) Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel FeSO4 . 7H2O
Titrasi I II
Volume akhir 2,52 mL 3,09 mL
Volume awal 2,00 mL 2,55 mL
Volume yang terpakai 0,52 mL 0,54 mL
Rata-rata 0,53 mL


4.2 Perhitungan :

1) Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan H2C2O4 . 2H2O

[KMnO4] =

=

= 0,01 × 1000 × 0,1

= 1,0000 N

2) Penentuan Kadar Besi Dalam Sampel FeSO4 . 7H2O

% Fe =

=

= 10,57 %















4.3 Pembahasan :
Pada praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai Titrasi Redoks atau Redoskimetri. Di mana praktikum redoksimetri kali ini adalah mengenai Permanganometri. Permanganometri ini termasuk salah satu analisis kimia kuantitatif, yang tujuannya untuk menentukan kadar atau pun konsentrasi dalam suatu sampel. Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi reduksi oksidasi atau redoks, yakni sampel direaksikan dengan larutan yang mempunyai daya mereduksi atau mengoksidasi lebih besar seperti halnya KMnO4 secara titrasi permanganometri tanpa menggunakan indikator atau autoindikator. Titik akhir titrasi ditunjukan dengan terjadinya perubahan warna larutan menjadi merah jambu.
Pada saat asam oksalat kristal yang tak berwarna dilarutkan dengan aquadest (H2O) maka terjadi larutan asam oksalat yang bening atau tidak berwarna (H2C2O4 . 2H2O aq). Kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 tanpa bantuan indikator, hal ini karena larutan baku KMnO4 itu sendiri yang berwarna ungu sudah berfungsi sebagai indikator (autoindikator). Pada awal titrasi larutan KMnO4 yang berwarna ungu akan hilang warnanya setelah direaksikan dengan analat. Menjelang titik akhir titrasi, dengan kelebihan satu tetes KMnO4 menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai penunjuk berakhirnya titrasi yaitu warna merah jambu. Sehingga hanya dengan 0,01 – 0,02 mL KMnO4 sudah cukup untuk memberikan warna yang tampak dalam 100 mL air (2– 4 × 10-6 M ). Warna pada titik akhir tirasi ini tidak tetap bertahan, setelah beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO4- tadi dengan ion Mn2+.
Pada saat standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan asam oksalat didapat volum titrantnya yaitu: 1,09 mL; 0,90 mL. Sehingga jika dirata-ratakan yaitu, 1,00 mL, hal tersebut dikatakan sebagai titik akhir titrasi. Kemudian titik ekuivalentnya yaitu pada saat timbulnya perubahan warna dari ungu menjadi merah jambu. Dengan kata lain, jumlah ekuivalent titrat sama dengan jumlah ekuivalent titrant. Meskipun senyawa baku sekunder KMnO4 mempunyai kenormalan sebesar 0,1 N, namun hal tersebut belum tentu sesuai atau stabil pada saat pembuatannya dengan penggunaannya. Karena kriteria dari larutan baku sekunder diantaranya tidak stabil nilai Mr nya rendah, sehingga dilakukan standarisasi tujuannya agar pada saat penggunaannya dalam titrasi atau penentuan sampel terhadap normalitas yang digunakan yaitu normalitas hasil standarisasi tersebut.

Ada beberapa faktor yang mampu dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam percobaan kali ini, yaitu :
a) Buret yang tidak sesuai rekomendasi
Buret yang direkomendasikan dalam titrasi permanganometri ini adalah buret coklat. Karea apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah jambu.
b) Penyimpanan larutan baku sekunder yang tidak sesuai rekomendasi
Di dalam penyimpanan larutan baku sekunder KMnO4 diusahakan tidak dalam wadah atau tempat yang tembus sinar, hal ini mengacu pada keadaan point a. sehingga alangkah baiknya jika larutan baku sekunder KMnO4 yang telah dibuat disimpan dalam botol coklat tutup kaca atau botol coklat tutup Teflon.

Gambar. Botol coklat tutup kaca & Botol coklat tutup Teflon
c) Kesalahan pada saat mengukur suhu
Pada saat mengukur suhu utamanya pada saat mengukur suhu analat, rentan terjadi kesalahan jika belum seutuhnya mengetahui tujuan pengukuran suhu tersebut. Banyak praktikan mengukur suhu analat tersebut langsung pada saat api di bawahnya menyala, atau juga bahkan disentuhkan langsung dengan dasar tempatnya (Erlenmeyer). Karena jika kita mengukur suhu analat pada saat api di bawah masih menyala maka bukanlah analat yang diukur melainkan shu apinya yang diukur. Kemudian jika mengukur suhu analat dikontakan atau disentuhkan langsung pada tempatnya (dinding labu Erlenmeyer) maka hal ini sangat salah, karena yang diukur jelas bukan suhu analat tetapi suhu dinding dari labu Erlenmeyer tersebut. Hal-hal yang demikian tersebut mampu membuat suhu yang diharapkan pada analat tidak optimal.



d) Penambahan titrant yang terlalu lambat
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 khususnya, yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2  H2O2 + 2CO2↑
2H2O2  2H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilakukan.
e) Penamabahan titrant yang terlalu cepat
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 khususnya, yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ (2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O  5MnO2 + 4H+).
Kemudian pada saat penentuan kadar Besi pada sampel FeSO4 . 7H2O, untuk perlakuan serta perubahan-perubahan yang terjadi juga sama layaknya pada saat standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan asam oksalat. Namun yang paling penting pada saat dilakukannya titrasi permanganometri ini yaitu sampel dioksidasi oleh KMnO4 dari Fe2+ menjadi Fe3+ yang mana pada saat titik akhir titrasi terjadi perubahan warna menjadi merah jambu.












BAB V
KESIMPULAN


Berdasarkan hasil praktikum, serta apa yang penyusun tulis atau sampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut :

 Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Yang berdasarkan reaksi reduksi oksidasi (redoks).

 Volume yang didapat saat Standarisasi Larutan KMnO4 yaitu: 1,09 mL; 0,90 mL. Konsentrasinya adalah 1,0000 N.

 Volume yang didapat saat Penentuan Kadar Besi Dalam Besi (II) sulfat heptahidrat yaitu: 0,52 mL; 0,54 mL. Kadarnya adalah 10,57 %.















DAFTAR PUSTAKA


Rahmania, Inti. 2007. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bandung: Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Al-Ghifari

Fatasya, Syifa, dkk. 2007. Laporan Prakerin Analisis Air Minum Secara Fisika dan Kimia di Laboraorium Air-Pusat Lingkungan Geologi. Bandung: Pusat Lingkungan Geologi – Badan Geologi – Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia

Pergiwati, Iwa. 2008. Modul Kompetensi Titrimetri. Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Rusmana. 2008. Jurnal Kimia Analisa (Penentuan Kadar (Percent) Fe Secara Permanganometri). Bandung: Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Bandung

Hendrayana, Taufik. 2009. Laporan Permanganometri. (online) http://www.x3-prima.com/ 2009/09/laporan-permanganometri.html (09 Juni 2011)

_______. 2011. Permanganometri. (online) http://id.wikipedia.org/wiki/Permanganometri (09 Juni 2011)

Anwar, Dedy. 2009. Laporan Permanganometri. (online) http://dedyanwarkimiaanalisa. blogspot.com/2009/10/laporan-permanganometri.html (09 Juni 2011)

Musyaffa, Ripani. 2011. Autoindicator. (online) http://ripanimusyaffalab.blogspot.com /2011_02_01_archive.html (09 Juni 2011)

Sabtu, 15 Januari 2011

HAPPY BIRTHDAY FOR IRA NOVITASARI
aku doakan semoga kamu menjadi lebih baik baik dan baik lagi . amin...
yang pasti, aku akan selalu ada buat mu ...